...diragukan karena beban pembayaran utang pemerintah yang sangat besar.
Karena itu, pemerintah akan lakukan renegosiasi utang untuk mencapai target tersebut. "Kalau kita bisa buktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Saya rasa kita akan lakukan dalam 1-2 tahun ini," kata Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan, di Jakarta, Kamis (26/9). Syahrial mengatakan, jika dapat memberikan bukti bahwa MDGs tidak dapat tercapai 2015 nanti, pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang.
Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008 jumlah utang luar negeri dan dalam negeri Indonesia yang jatuh tempo atau harus dibayar di tahun 2009-2015 sangat tinggi. Pada tahun 2009, jumlah utang yang harus dibayar mencapai Rp 97,7 triliun, dimana sekitar 6,407.38 juta dollar atau Rp 58,65 triliun dari jumlah tersebut adalah Utang Luar Negeri.
Lalu pada tahun 2010, jumlah utang yang harus dibayarkan mencapai Rp 84,11 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 46.99 triliun adalah utang Luar negeri. Selanjutnya di tahun 2011, Indonesia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 81,55 triliun untuk membayar utang, sebesar Rp 41.57 triliun atau 4,541.47 juta dollar untuk pembayaran utang luar negeri. Pada tahun 2012, utang yang harus dibayar, sebesar Rp 83,31 trilliun, sekitar Rp 40,63 triliun atau 4,438.94 juta dollar merupakan utang luar negeri.
Tahun 2013, Indonesia harus membayar utang sebesar Rp 81.40 triliun, sebesar Rp 41.10 triliun atau 4,490.64 juta dollar adalah utang luar negeri. Pada tahun 2014, Utang yang harus dibayar Indonesia, sebesar Rp76,39 triliun, dari jumlah tersebut, utang luar negeri sejumlah Rp 39,45 triliun atau sebesar 4,310.14 juta dollar. Sedangkan ditahun 2015, masih harus membayar kembali naik menjadi Rp 81,54 triliun, sebesar Rp 39,08 triliun atau 4,269.79 juta dollar adalah utang luar negeri.
Lebih lanjut Syahrial mengatakan beberapa negara maju telah berjanji dalam monetary consensus untuk memberikan bantuan. Dari hasil kesepakatan, diharapkan dari negara maju untuk menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara yang masih di bawah. "Sejauh ini, monetary consensus juga belum dipenuhi banyak negara. Baru 5-6 negara yang memenuhi. Sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda," tutur Syahrial. Belanda sudah sampai 0,7 persen.
Menurut Syahrial, program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang cukup besar dan perubahan strategi dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran negara. "Untuk menopang kesehatan, mengurangi tingkat kematian ibu melahirkan, mengurangi kematian bayi, dan sebagainya membutuhkan anggaran ganda," kata Syahrial.
Syahrial mengaku pesimis pemerintah dapat mencapai target-target yang lain, seperti penyiapan air bersih untuk masyarakat dan layanan untuk ibu hamil karena perawat yang tersedia di masyarakat yang kurang mampu masih kurang memadai.
Kota Sukabumi Capai Target MDGs
www.kompas.com